Makassar Kamis, 11 Desember 2025, Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Alauddin Makassar menyelenggarakan Seminar Internasional bertema “Islam dan Negara Modern” yang menghadirkan narasumber utama dari Al-Mustafa International University Iran, yakni Prof. Dr. Hussein Mottaqi. Kegiatan yang berlangsung di Ruang senat rektorat universitas Islam negeri Alaudin Makassar ini menjadi ruang ilmiah penting bagi mahasiswa, dosen, dan peneliti dalam memperdalam relasi agama dan negara di dunia Islam modern.
Acara diawali dengan tilawah Al-Qur’an oleh Muhammad Syafiq Ramdan, kemudian dipandu oleh MC Aqil Abdan Syakuran yang menjaga suasana tetap hidup dan berwibawa. Hadir pula Rektor UIN Alauddin Makassar, para pimpinan fakultas, Ketua Prodi Dr. Andi Muhammad Akmal, dan Sekretaris Jurusan Dr. Hisbullah, yang menyambut hangat kehadiran tamu internasional.
Dalam sambutannya, Rektor menegaskan pentingnya membuka ruang dialog internasional demi memperluas cakrawala intelektual mahasiswa. Ia menyampaikan bahwa peradaban Islam selalu terhubung dengan peradaban besar dunia seperti Persia, Romawi, Cina, dan Barat. “Jangan mati sebelum melihat kutub-kutub peradaban,” ujarnya.
Setelah itu, Dekan FSH, Dr. Abd Rauf Muhammad Amin, Lc., M.A., membuka seminar secara resmi. Beliau menekankan bahwa kerja sama dengan Al-Mustafa Iran merupakan langkah strategis untuk memperkuat studi keagamaan, memperluas penelitian lintas negara, serta mempererat hubungan akademik dan diplomatik keilmuan antara Indonesia dan Iran.
Sebagai moderator, Dr. Andi Muhammad Akmal memandu jalannya diskusi secara sistematis dan kritis sehingga seluruh materi dapat terhubung secara utuh dan mudah dipahami.
Paparan Prof. Mottaqi: Lima Teori Islam dan Negara serta Karakter Islam Nusantara
Mengawali materinya, Prof. Mottaqi tampil dengan penuh kerendahan hati, menyampaikan rasa syukur dan salam kepada Nabi Muhammad. Ia mengungkapkan kebahagiaannya dapat hadir di UIN Alauddin Makassar serta memberi apresiasi khusus kepada Dekan FSH yang dinilainya memiliki kemampuan bahasa Arab sangat baik berkat studi beliau di Mesir sebuah pujian yang mencairkan suasana seminar.
Beliau menegaskan bahwa tema Islam dan Negara Modern merupakan wacana besar yang tidak mungkin dituntaskan hanya dalam dua puluh menit. Pembahasan ini mencakup perjalanan sejarah panjang dua negara besar, Iran dan Indonesia, yang masing-masing memiliki tradisi politik Islam dan karakter sosial yang unik.
Dalam perspektif politik Islam, Prof. Mottaqi menjelaskan empat teori klasik hubungan agama dan negara:
1. Sekularisme total, pemisahan penuh antara agama dan negara.
2. Teori Negara Islam (Madani), negara berlandas prinsip Islam namun terbuka pada unsur modern.
3. Islamisasi negara modern, penguatan negara dengan penerapan syariat.
4. Wilayah al-Faqih, model kepemimpinan faqih yang diterapkan di Iran.
Beliau kemudian memperkenalkan teori kelima, yaitu Pemerintahan Islam Nusantara, model khas Indonesia yang memadukan nilai keislaman dengan budaya lokal secara damai dan harmonis. Ia mengaku membaca karya-karya tentang Islam Nusantara, termasuk tulisan Prof. Dr. Nasaruddin Umar, dan mengajak mahasiswa mendalaminya lebih jauh.
Islam dan Modernitas: Tsawabit dan Mutaghayyirat
Prof. Mottaqi menegaskan bahwa Islam telah berinteraksi dengan modernitas sejak 14 abad lalu. Untuk memahami dinamika ini, ia menyoroti dua konsep penting:
1. Tsawabit – prinsip ajaran Islam yang tetap dan tidak berubah.
2. Mutaghayyirat – aspek sosial-budaya yang berubah mengikuti zaman.
Menurutnya, banyak kesalahpahaman muncul karena tidak mampu membedakan dua kategori ini sehingga terjadi ketegangan antara teks ilahi dan realitas sosial.
Pelajaran dari Wali Songo dan Islam Indonesia
Dalam salah satu bagian yang paling menyentuh, Prof. Mottaqi mengajak peserta merenungkan bagaimana masyarakat Nusantara yang awalnya Hindu–Buddha bisa bertransformasi menjadi masyarakat Muslim terbesar di dunia. Keberhasilan Wali Songo, menurutnya, terletak pada pendekatan budaya yang lembut dan tidak konfrontatif. Ia juga menyebut Gus Dur sebagai figur kuat yang berhasil memperlihatkan karakter Islam Indonesia yang inklusif, ramah, dan penuh kearifan lokal.
Pemateri kedua, Prof. Dr. Kurniati, menjelaskan bahwa nilai syariat Islam telah terintegrasi secara substansial dalam hukum nasional Indonesia, terutama dalam prinsip kemaslahatan, keadilan, dan perlindungan keluarga. Ia menyoroti Undang-Undang Perkawinan sebagai bukti harmonisasi hukum Islam dan sistem hukum modern.
Pemateri ketiga, Dr. Rahman Syamsuddin, memaparkan sejumlah tantangan hukum pidana kontemporer, seperti kejahatan digital dan transnasional. Dengan merujuk pada maqashid syariah, ia menegaskan bahwa fikih pidana Islam memiliki fleksibilitas tinggi untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Seminar ditutup dengan diskusi interaktif yang melibatkan dosen dan mahasiswa, lalu diakhiri sesi dokumentasi. Kegiatan ini tidak hanya memperluas wawasan peserta mengenai hubungan Islam dan negara modern, tetapi juga memperkuat kolaborasi antara UIN Alauddin Makassar dan Al-Mustafa International University Iran. Kehadiran Rektor dan para pimpinan fakultas menegaskan komitmen UIN Alauddin dalam membangun jejaring keilmuan internasional dan menyemai dialog intelektual yang konstruktif bagi generasi muda.

